Renungan Natal : Keberanian dari Spirit Yesus
” Kita sudah menangis cukup lama. Janganlah menangis lagi, tetapi berdirilah tegak diatas kedua kakimu dan jadilah manusia!”
~ Swami Vivekananda
Natal senantiasa diidentikkan dengan kelahiran Yesus yang membawa manusia dalam arena pembebasan dari dosa asal. Dosa yang muncul dari manusia Adam yang tergoda memakan buah larangan karena kecintaannya kepada manusia Hawa, karena bujukan ular terkutuk.
Sebuah mitologi kuno yang masih sangat erat dipikiran manusia yang bahkan telah melewati lebih dari dua ribu tahun semenjak kelahiran Yesus di kandang Betlehem. Sebuah mitologi yang secara keilmuan akan selalu menjadi sebuah pertanyaan yang menuntut jawaban? Walaupun secara keimanan (dalam pembenaran ataukah kebenarannya?!) selalu menyisakan suatu keyakinan yang mutlak tentang peranan yang diemban oleh Yesus Kristus sebagai Sang Juru Selamat Manusia.
Pesan Damaikah?
Apa yang sebenarnya menjadi pesan utama dari kehadiran Yesus yang lahir dari Sang Perawan Maria ini ? Apakah benar Yesus membawa pesan damai dan kasih ? Namun mengapa dunia masih saja sering terjadi banyak penderitaan serta luka-luka ?
Apakah pesan tersebut tidak pernah atau lebih tepatnya (mungkin) hanya manis sebagai sebuah slogan indah namun sangat sulit diwujudkan dalam kehidupan manusia nyata?! Hanya
sebuah utopia?
Kesadaran manusia Adam masih saja senang dengan buah Terlarang yang diinginkan oleh manusia Hawa (nafsu). Memanjakan dirinya dengan segala kenyamanan materi yang membuat jiwanya tidur lelap bersama ular, Sang pembujuk yang lihai memcari alasan pembenaran.
Dan ketika Yesus yang digambarkan sebagai juru damai ini, marah besar serta mengobrak-abrik meja para pedagang serta para penukar koin penebus dosa itu, maka bagian ini seringkali dianggap angin lalu dan tidak mungkin terjadi pada diri Beliau yang penuh welas asih.
Kemarahan Yesus yang membuat banyak orang tercengang, bahkan para muridnya (ada) menyesalkan dan memilih menyingkir ketika hal tersebut terjadi. Yesus mengobrak-abrik sebuah kemapanan. Menjungkirbalikkan kemunafikan manusia Adam masa lalu yang mau enaknya sendiri, bisa melakukan dan memakan buah terlarang dan lalu mencuci dosanya dengan persembahan di bait Allah yang suci.
Keberanian yang muncul dari kesadaran Kristus ini tidak pelak membuat gerah para pelaku rohani yang hanya manis dibibir namun jauh dari kemanisan tindakannya. Rumah Allah dijadikan sebagai rumah daging kambing kurban, rumah penukaran koin dosa.
Sampai saat inipun manusia Adam yang mau hidup enak dengan Buah Terlarang itu masih bersama manusia Hawa.Mereka masih merupakan pasangan serasi.
Keberanian Yesus masih menjadi sebuah langkah yang sangat sulit untuk digapai manusia Adam hingga saat ini, Hanya beberapa gelintir manusia Adam yang benar-benar bisa merdeka jiwanya serta berindak berani melawan arus masyarakat umum yang menyukai Buah Terlarang itu.
Dan nasib Yesus masa kini akan selalu sama. Mereka akan selalu ditolak dan disalahpahami. Kalau dulu Yesus disalibkan, Yesus masa kini akan dipenjara. Lalu apa kesalahannya?
Kesalahannya yang paling nyata adalah membuka topeng kemunafikan manusia Adam. Manusia yang lebih nyaman dengan ritual kesenangannya, manusia yang suka berdamai dalam ketidaksadarannya. Manusia yang tidak mau diganggu dalam tidurnya yang nyaman. Demikianlah, mayoritas manusia Adam suka berhura-hura bersama manusia Hawa (nafsu).
Meneladan Yesus
Tidak cukup jika kita hanya meneladan sisi kemanusiaan Yesus yang penuh kasih dan cinta damai. Keberanian Yesus mendobrak kemapanan adalah juga berlandaskan semngat kasih tersebut. Inilah spirit Kristus yang mesti dimiliki manusia Adam. Keberanian yang tidak asal-asalan. Keberanian yang bukan sebuah kenekadan. Keberanian yang tumbuh karena kepedulian terhadap kemanusiaan manusia itu sendiri. Keberanian untuk membangkitkan jiwa manusia yang tertidur.
Semangat Kristus ini yang mestinya lahir dalam diri manusia Adam masa kini. Sehingga kita dimampukan menjadi
Manusia Adam yang sebenarnya manusia seperti yang diungkapkan oleh seorang pemberani dan juga pendobrak Swami Vivekananda.
Semoga…
Rahayu…
Bukit Pelangi, 27 Desember 2015