July 31, 2011

Renungan Bhagavatam Vasudeva Dan Devaki, Kisah Masa Lalu Orang Tua Yang Melahirkan Avatara


Parikesit berterima kasih kepada Resi Shuka atas kisah-kisah tentang leluhur para Pandawa. Dan, Parikesit kemudian mohon sang resi menceritakan tentang Sri Krishna, Sang Avatara Agung dan Balarama yang konon adalah wujud dari Ananta, Sesha yang selalu bersama Narayana. Resi Shuka kemudian merenung tentang Vasudeva dan Devaki, orang tua Sri Krishna dan pikiran Resi Shuka terfokus pada Narayana yang telah mengambil suatu wujud untuk membersihkan racun yang sedang mencekik dunia. Air mata sang resi mengalir, mengingat kebesaran Narayana. Bila sebelumnya sang resi berkisah tentang dinasti Purawa atau Korawa, keturunan Puru putra Yayati, maka kisah tentang dinasti Yadawa, keturunan Yadu putra Yayati telah menggetarkannya. Resi Shuka berkata, “Dia tak berwujud, dan tak dapat diserupakan dengan apa pun juga. Akan tetapi bila Dia ingin mewujud, siapa yang dapat menolaknya? Ilmu manusia tak dapat mencapai Dia. Manakala terjadi penurunan dharma, dan adharma merajalela, Dia memutuskan untuk dilahirkan di dunia untuk membersihkan para raja yang mabuk kuasa. Para raja lalim tersebut adalah para asura dalam wujud manusia.”

Di Kerajaan Mathura, Raja Kamsa merusak tatanan yang ada dengan mengurung sang Ayahanda, bekas raja Ugrasena. Raja Kamsa berkoalisi dengan Raja Jarasandha, mertuanya untuk menguasai dunia dengan kekuatan mereka. Di kerajaan besar Hastinapura  juga terjadi intrik-intrik perebutan kekuasaan yang didalangi  Shakuni untuk menyingkirkan Pandu dan menjadikan Drestarastra yang buta sebagai maharaja dan putranya sebagai putra mahkota. Di setiap kerajaan di dunia hampir terjadi hal yang sama.

Kekacauan dunia ditandai dengan para penguasa dan para manusia yang mengandalkan pikiran dan nafsu mereka. Tindakan mereka mengesampingkan hati nurani, membuat tindakan yang tidak selaras dengan alam.  Ketidakselarasan dengan alam, merusak keseimbangan alam semesta dan melukai hati Bunda Bumi. Dalam buku “Mawar Mistik, Ulasan Injil Maria Magdalena”, Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2007disampaikan……… Ketakselarasan dengan alam membuat kita tidak nyaman, sakit. Ketakselarasan pula yang menyebabkan kelahiran dan kematian. Keselarasan akan membuat kita kekal, abadi – bebas dari kelahiran dan kematian. Keselarasan kita dengan alam adalah Rencana Allah bagi kita – Kehendak Ilahi. Ketakselarasan kita dengan alam adalah buatan kita. Lalu, apakah kita dapat berbuat sesuatu yang bertentangan dengan Rencana Allah, dengan Kehendak Ilahi? Apakah kita dapat melakukan sesuatu yang kemudian menjauhkan kita dari Allah? Jawabannya “Tidak”. Tetapi kenyataannya di lapangan, fakta di depan mata berbicara yang lain. Ternyata kita memang jauh dari Allah, setidaknya kejauhan itu “terasa”. Ternyata tindakan kita memang tidak selaras dengan alam. Apa yang terjadi? Apa yang membuat kita merasa jauh? Apa yang menjadi penyebab ketakselarasan kita dengan alam? Keterikatan pada materi menimbulkan keinginan dan ketakselarasan dengan alam. Kemudian berbagai macam masalah pun muncul………

Raja Parikesit berterima kasih ketika Resi Shuka mulai menceritakan tentang  Purnaavatara Sri Krishna. “Guru, sejak kecil kami sangat terkesan oleh Sri Krishna. Sejak dalam kandungan hamba telah diselamatkan oleh Sri Krishna yang melindungi kami dari senjata Bramastra dari Asvatama yang ingin memusnahkan seluruh keturunan Pandawa. Kami lah satu-satunya keturunan pandawa yang masih tersisa setelah semua saudara-saudara hamba dibunuh oleh Aswatama. Sejak kecil hamba selalu mencari Sri Krishna, mata hamba memperhatikan semua orang yang baru kami kenal. Kami selalu mengadakan pariksha, meneliti, sehingga kami diberi nama Parikhsit……. Wahai Guru selama peperangan Bharatayuda di Kurukshetra, Sri Krishna adalah rakit yang membawa nenek moyang kami menyeberangi sungai. Sungai yang mempunyai tepian Bhisma dan Drona pada kedua sisinya. Sungai tersebut terdiri dari pasukan yang tak terukur dipimpin oleh Jayadhrata. Karna adalah ombak perkasa yang mencoba menenggelamkan Pandawa. Salya adalah ikan hiu yang bersembunyi di dalam sungai ditemani Asvatama dan Vikarna. Duryudana adalah pusaran air yang menghisap segala yang berada di atas permukaan sungai. Sungai seperti itulah yang diseberangi Pandawa sebab pelindungnya adalah Sri Krisna.”

Resi Shuka berkata, “Baiklah wahai raja, pada suatu ketika Bunda Bumi terbebani oleh terlalu banyaknya orang yang bertindak penuh kebodohan sehingga adharma merajalela. Bunda Bumi tidak bisa lagi menahan rasa sakit dan segera mewujud sebagai induk sapi dan pergi kepada Brahma, melaporkan bahwa para raja dan ksatriya telah mengotori bumi dan hanya Narayana yang dapat menolongnya. Brahma, Shiwa bersama para dewa memusatkan kesadaran pada Narayana. Dan mereka seakan-akan mendengar sabda Narayana…….. Panas memang sedang membakar bumi. Aku memutuskan untuk mengambil nama dan rupa. Aku akan ada di bumi sampai gangguan terselesaikan. Selama waktu itu, aku ingin kalian para dewa untuk lahir juga di muka bumi. Aku akan dilahirkan sebagai putra Vasudewa dan Devaki. Sedangkan Adhisesa yang tak dapat dipisahkan denganku akan dilahirkan sebagai kakakku……… Dewi Mahamaya yang kuasanya menenggelamkan seluruh dunia dalam ilusi juga akan dilahirkan. Semua penduduk surga dilahirkan bersama Narayana untuk membersihkan bumi. Bunda bumi terhibur karena dunia akan segera bebas dari rasa sakitnya.  Para ksatria yang baik akan dipandu avatara dan para dewa untuk mengalahkan adharma. Para ksatria akan menghadapi adharma dan menegakkan kebenaran di muka bumi, bukan mengasingkan diri dari dunia mencari ketenangan diri. Bukan mencari ketenangan diri yang semu.”

Dalam buku “Jangka Jayabaya, Saatnya Bertindak Tanpa Rasa Takut dan Meraih Kejayaan”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2005 disampaikan………. Mereka yang mencari Kebenaran dengan memisahkan diri dari dunia barangkali belum memahami arti Kebenaran. Kebenaran itu Maha Ada; Kebenaran itu Maha Hadir;  Kebenaran itu Maha Meliputi…..… dan dunia ini pula berada dalam liputan-Nya, termasuk cacing-cacing di bawah tanah dan bintang terjauh di langit sana. Mau memisahkan diri dari dunia dengan cara apa ? Mau berpisah dari semesta dengan cara apa? Kita semua berurusan dengan dunia ini, dengan alam semesta…..… dengan bebatuan dan pepohonan, dengan hewan-hewan berkaki empat, berkaki dua, bahkan bersel tunggal di darat dan di dalam air, serta dengan burung-burung yang terbang di angkasa. Siapapun dijahati, sesungguhnya aku juga dijahati. Dan, membiarkan aku dijahati, merupakan kejahatan pula……..

Kurang lebih 3.200 tahun SM, Ahakura dari keturunan Yadu mendirikan kerajaan kecil di tepi sungai Yamuna. Mathura adalah ibukotanya. Kerajaan Mathura meluas karena menanami hutan yang tidak produktif dengan tanaman produktif dan membatasi lahan untuk pembangunan sehingga kelestarian alam terjaga. Setelah Ahakura meninggal, Ugrasena bersama-sama Devaka dua bersaudara putra Ahakura memerintah kerajaan ini. Pemimpin kerajaan  Mathura tak mau disebut Raja tetapi Daas, Pelayan. Mathura tidak diperintah raja tetapi oleh dwitunggal Ugrasena dan Devaka dan mereka adalah Mathura Daas. Ugrasena mempunyai putra bernama Kamsa, sedang Devaka mempunyai putri bernama Devaki. Mereka bermain bersama, belajar bersama, layaknya saudara kandung. Devaka akhirnya meninggal. Dan Ugrasena segera mencarikan jodoh bagi Devaki. Dipilihlah Vasudeva yang merupakan keluarga jauh Ugrasena. Vasudeva adalah sahabat Kamsa.

Resi Shuka melanjutkan, “Devaki adalah yang paling suci di antara wanita. Dalam kehidupan dahulu, dia dilahirkan dalam keturunan Svayambu Manu, bernama Prsni. Pada saat tersebut, Vasudewa bernama Sutapa. Mereka diperintahkan untuk melakukan tapa penuh pengabdian.  Pikiran mereka terfokus pada Narayana. Walaupun suci tetapi mereka berdua masih diliputi ilusi maya. Mereka tidak minta moksha tetapi ingin melahirkan Narayana yang mewujud sebagai putra mereka. Mereka masih terlibat dalam kesenangan dunia dalam proses  melahirkan Narayana. Narayana yang dilahirkan sebagai putra Prsni selanjutnya dikenal sebagai Prsnigarbha dan menjadi terkenal karena kualitas kesuciannya. Kemudian mereka lahir lagi sebagai Kasyapa dan Aditi, dan lahirlah putra mereka sebagai Upendra yang terkenal dengan nama Vamana. Sang penakluk Bali. Ini adalah waktu yang ketiga mereka melahirkan Narayana sebagai Sri Krishna. Pada saatnya nanti, Sri Krishna akan berkata pada sang bunda, “Jika bunda tidak melihat bentuk sejatiku, maka bunda akan terlibat lagi dalam maya dan tidak dapat mencapai moksha. Setelah melihat wujud sejatiku, bunda akan menyadari bahwa aku adalah Brahman. Dan, setelah kelahiran ini bunda akan moksha……… Demikian wahai raja, awal kisah tentang Devaki dan Vasudewa.”

Peristiwa adharma yang merajalela selalu berulang, dan akhirnya selalu saja dharma akan mengungguli adharama. Dalam buku “Jangka Jayabaya, Saatnya Bertindak Tanpa Rasa Takut dan Meraih Kejayaan”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2005 disampaikan………. Bila telah terlihat tanda-tanda seperti: Pertama, kereta tanpa kuda pancaindra merajalela, dan hidup dikuasai oleh kesadaran rendah. Kedua, berkalung besi kita terbelenggu karena ulah sendiri, dan terlilit utang karena keserakahan dan ketakmampuan kita untuk mengendalikan diri. Ketiga, perahu mengarungi di angkasa segala sesuai telah kehilangan ciri kodratinya. Keempat, sungai kehilangan lubuk, air kehidupan sudah mengering, raga berkeliaran tanpa roh, penampilan lebih dipentingkan daripada isi; gengsi lebih diutamakan daripada jati diri. Kelima, pasar kehilangan keramaiannya masyarakat kehilangan dinamikanya karena kita tak berani menyuarakan kebenaran, selalu takut dan tidak hidup sepenuhnya…..  Maka ketahuilah bahwa tiba saatnya untuk melampaui rasa takut sebelum ia berhasil mematahkan semangat kita. Dan saat itu bukanlah di masa depan, atau nanti. Saat itu adalah saat ini. Here and now, lampaui rasa takut, dan raihlah kemenangan!………

Jangka Jayabaya, Saatnya Bertindak Tanpa Rasa Takut dan Meraih Kejayaan”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2005 disampaikan………. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman. Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik. Bolak balik, upside down…..… Yang kaya menjadi rakus, padahal sudah kaya. Mau apa lagi sih? Yang miskin malas, padahal sudah melarat. Kenapa tidak bekerja? Kenapa tidak menerima pekerjaan apa saja, asal tidak perlu menggadaikan jiwamu, daripada menganggur? Bolak-balik, upside down…..… Para ulama mengajar takhta. Rohaniwan lebih suka main sinetron dan menjadi penyanyi. Dan, para penyanyi serta pemain sinetron malah berdakwah. Bolak-balik, upside down…….. Pengusaha menjadi politisi. Sebaliknya, para politisi berdagang. Wakil rakyat dan pejabat penerima mandat minta dilayani. Rakyat pemberi mandat terpaksa melayani. Bolak-balik, upside down…..… Kelompok Mayoritas merasa terancam, padahal sudah Mayoritas. Kelompok minoritas tidak tahu diri dan sering berperilaku tidak tepat. Zaman tidak membuat orang, orang membuat zaman. Zaman adalah ciptaan kita sendiri, diracik oleh pikiran dan dikukuhkan oleh perilaku kita sendiri. Janganlah kau menyalahkan zaman. Zaman berbolak-balik pun karena ulah kita sendiri………..

Jangka Jayabaya, Saatnya Bertindak Tanpa Rasa Takut dan Meraih Kejayaan”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2005 juga disampaikan………. Jangka Jayabaya, bagi saya, bukanlah ramalan yang dibuat di masa lalu tentang masa depan kita, melainkan “Tuntutan waktu supaya kita hidup dalam kekinian, hidup dengan penuh semangat, berkarya tanpa rasa takut” dan “kemenangan bagi para satria yang telah menaklukan rasa takut”……… kemenangan bagi kita semua yang berjiwa satria!. Apa yang kau takuti, wahai satria? Masa lalu yang penuh kekacauan berlalu sudah. Entah “berapa” masa lalu seperti itu yang telah kau lewati. Jiwamu tak terpengaruhi oleh kekacauan itu. Kau berada diatas segala kekacauan. Bangkitlah dalam kesadaranmu, bangkitlah untuk berkarya bagi Ibu Pertiwi dengan penuh semangat. Bangkitlah untuk mempersembahkan jiwa dan ragamu kepadanya………..

Bapak Anand Krishna mengambil jalur yang jarang ditempuh oleh penafsir Jangka Jayabaya. Alih-alih menantikan seorang tokoh hebat yang akan memimpin kita, beliau melihat Jayabaya bicara mengenai kerinduan akan penemuan jatidiri setiap manusia Indonesia. Jangka jayabaya adalah ajakan untuk mentransformasi diri, mengalahkan ketakutan. Lebih dari sekedar ramalan, naskah kuno ini memaparkan tuntutan waktu supaya kita hidup dalam kekinian, dengan penuh semangat, dan berkarya tanpa rasa takut. Karena itu, tak perlu menantikan Herumukti, sebab dia itu adalah Anda! Sambut kelahirannya dalam diri Anda!

Demikian beberapa pandangan Bapak Anand Krishna yang memberi semangat untuk memberdayakan diri. sayang beberapa kelompok tidak menyukai pandangan beliau dan berupaya untuk mendiskreditkan namanya. Silakan lihat…….

http://www.freeanandkrishna.com/in/

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.net/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

http://twitter.com/#!/triwidodo3

Agustus 2011

Manusia tidak berubah, tetapi cara kita memahami kejiwaannya berubah. Psikologi konvensional Freudian yang banyak dipakai para motivator kontemporer dari Covey hingga Hicks ternyata tidak membantu memperindah dunia ini. Para ilmuwan modern seperti Ken Wilber mulai menengok ke belakang dan mempelajari kembali pandangan-pandangan Wiliam James dan Aurobindo, maka ilmu psikologi pun memasuki level baru, yaitu Transpersonal Psikologi yang sekarang sudah diakui oleh Inggris maupun AS. Berarti selama 100 tahun lebih kita menyalahpahami jiwa manusia. Dengan hasil yang sangat berbahaya, yaitu solusi-solusi kita pun salah. Dalam waktu dekat kita akan memulai program online baru, yang bahkan akan memasuki level transpersonal yang lebih advance, yaitu “Spiritual Transpersonal Psychology”. Silakan datang ke http://oeschool.org/e-learning/

Terima kasih

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone