August 9, 2011

Zat–>Sifat adalah hukum sebab-akibat

Tiada sifat tanpa adanya zat. Inilah hukum sebab akibat. Mereka yang selalu berpikir dan fokus pada zat di dunia ini, tiada akan mengalami ketersesatan. Tersesat atau tidak hanya berputar di dalam pikiran atau mind. Mind adalah gugusan pemikiran-pemikiran. Tiada beda dunia dan akherat.

Sifat bersifat fisik. Sedangkan zat bersifat non fisik. Api memiliki sifat panas. Zatnya disebut api. Air adalah zat sifatnya mendinginkan. Para suci adalah bentuk sifat ilahiah. Beliau sebagai akibat adanya zat ilahiah. Sifat dan zat bisa saja berubah-ubah. Kapan sebab (zat) menjadikan akibat (sifat). Bisa saja akibat menjadi sebab. Sifat menjadi zat. Inilah rahasia alam…

Jika tidak ada para suci yang merupakan bentuk nyata sifat ilahiah, bagaimana kita bisa tahu zat Dia yang Mahakasih, Mahapenyayang. Keberadaan para suci dengan sifat-sifat kasih, sayang, sabar dll sifat yang menggambarkan rahmat bagi alam merupakan bukti keberadaan Zat sebagai sumber segala sifat.

Segalau ritual sembahyang, shalat, puasa, sedekah, dan lain-lain merupakan upaya untuk memunculkan sifat kasih, sayang, sabar, dan lain-lain sifat keilahian dari zat. Diharapkan dengan menggunakan theory reverse effect, kita bisa merasakan kembali zat ilahi yang ada dalam diri manusia. Kenapa menggunakan istilah ‘merasakan kembali’ karena sesungguhnya zat Dia yang Mahakasih dan Mahapenyayang sudah ada, hanya selama ini tertimbun arogansi dan keinginan-keinginan duniawi yang berlebihan.

Benarkah dunia tidak bisa dipisahkan dari akherat. Tepat, mana mungkin dunia dan akherat dapat dipisahkan. Dunia adalah bentuk fisik dari akherat. Sama persis dengan sifat adalah cerminan fisik dari zat. Atau akherat adalah bentuk nonfisik dari dunia. Jika demikian, tepat banget yang disebutkan oleh ayat dari sebuat kitab suci. Bila di bumi ini kamu buta/menutup hati, di akherat, matamu lebih dibutakan lagi.

Keinginan manusia untuk merasakan surga bisa saja diciptakan di bumi. Bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Ada dunia ada akherat. Tiada dapat satupun yang terlepaskan. Mata uang yang hanya memilik satu sisi tidak akan diterima sebagai alat pembayaran. Ke duanya harus eksis saat yang bersamaan. Perilaku baik di bumi akan tercatat di akherat. Tiada sedikitpun ditambah atau dikurangi. Akibatnya pun langsung terjadi secara instan. Buktinya? Saat seorang berbuat kejahatan sesungguhnya dia tidak menyadari bahwa saat itu juga ia sudah menerima akibatnya. Jiwanya semakin tertutup dari pancaran kasih Tuhan. Pikirannya terlukakan oleh akibat perbuatannya sendiri. Saat itu juga, organ tubuhnya sudah berdenyut tidak normal. Jika hal ini terus berlangsung, akumulasi baru terasakan oleh fisik.

Hanya saat di dunia ini kita memiliki peluang emas untuk ber-evolusi. Konon para malaikatpun iri dan menginginkan lahir sebagai manusia. Hanya akibat sisa kebaikan karma baik masa lalu mereka mengalami peningkatan. Mereka tidak berevolusi.

Manusia makan, hewan pun makan. Manusia tidur, hewan pun tidur. Manusia beranak, hewanpun berkembang biak. Manusia bisa melakukan hubungan seks, hewan pun demikian. Lantas apakah yang mengabibatkan evolusi?

Memilah, memilih, menimbang dan berpikir secara jernih serta berupaya meningkatkan kualitas jiwanya merupakan bagian dari kemanusiaannya. Jadi jika hanya memikirkan untuk kepentingan golongan, kelompok, bahkan diri sendiri, ia masih termasuk golongan hewani. Karena hewan juga berpikir demikian. Kepentingan diri sendiri. Ia telah menyalahi kodrat lahir sebagai kalifah Tuhan di bumi.

Semoga kita sadar akan kemanusiaan kita. Kesadaran inilah yang menghasilkan moralitas.

Semoga kita sadar bahwa hanya meningkatkan sifat ilahiah dalam diri kita, kita akan meraih Zat ilahiah. Di bumi inilah kesempatan tersebut bisa dilaksanakan. Tiada beda antara dunia dan akherat…

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone