January 29, 2009

Mengambil Hikmah dari Bhakti Sebuah Sel

Sepasang suami istri berada di Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu. Udara yang dingin, suasana yang tenteram, menenangkan gejolak mind yang liar. Setelah memejamkan mata beberapa saat, mereka duduk bercengkerama di atas tangga batu.

 

Sang Isteri: Candi Sukuh Peninggalan Leluhur dari Majapahit di Lereng Gunung Lawu.  Banyak pengunjung Candi Sukuh tertarik dengan segala macam pernak-pernik seks yang merupakan simbol dari Energi Feminin dan simbol dari Energi Maskulin, simbol dari Energi Yin dan Yang. Lingga dan Yoni tersebut adalah jalur energi Ilahi di tubuh manusia. Bukankah demikian Suamiku?

 

Sang Suami: Benar Isteriku, seks mengawali kehidupan manusia. Seks merupakan sesuatu yang paling mendasar dalam kehidupan kita. Hubungan seks antara kedua orang tua kita melahirkan kita. Kesadaran seks berpusat pada bagian tubuh di bawah pusar. Di atas pusar, sekitar jantung, dada kita merupakan pusat kesadaran cinta. Cinta berkembang di situ. Emosi mulai bergejolak di situ. Kita harus meningkatkan kesadaran dari bawah pusar ke atas pusar.

 

Sang Isteri: Suamiku, persatuan antara sel telur dengan sperma membentuk sel baru yang akhirnya berkembang menjadi trilyunan sel dalam tubuh manusia. Sel adalah kehidupan terkecil yang mewakili tubuh manusia, dapatkah kita mengambil pelajaran dari kehidupan sebuah sel? Dengan mengetahui mikrokosmos kita dapat memahami makrokosmos.

 

Sang Suami: Persis seperti kehidupan manusia. Mereka lahir, mereka hidup, mereka melaksanakan tugas dan akhirnya mereka mati. Selanjutnya, akan ada sel yang lahir untuk menggantikannya.

 

Sang Isteri: Mestinya mereka tidak takut mati, Suamiku. Lahir, hidup, berkembang melaksanakan tugas dan mati adalah aturan alam. Kita dapat mengambil hikmah dari keberanian sebuah sel menghadapi kematian dan ketulusan sel dalam melaksanakan dharmanya.

 

Sang Suami: Kita bisa bercermin dari kehidupan sel-sel darah putih. Hidup mereka rata-rata sekitar tiga bulan, walaupun kalau ada virus jahat mereka siap berperang dan mati muda, lebih cepat mati dari usia yang seharusnya. Sel-sel darah putih begitu cerdas, tahu mana virus kesehatan yang menjadi teman, dan virus mana yang jahat yang harus diperangi. Mereka mempunyai kecerdasan atau hidup atas dasar ’blueprint’ yang ditetapkan bagi mereka. Yang jelas, mereka tidak takut mati dalam melindungi tubuh. Seandainya, sekelompok sel darah putih melakukan aksi mogok, melakukan demo, virus terlemahpun dengan mudah menghancurkan tubuh.

 

Sang Isteri: Kita perlu berterima kasih atas dharma bhakti mereka. Latihan menyayangi tubuh dalam Semedi 1 sungguh selaras dengan Ajaran Terima Kasih dari Leluhur Guru Dharmakirti. Sel mempersembahkan kehidupan pada kita. Kita menerima persembahan diri sel dan mengucapkan terima kasih, dengan tindakan seperti memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan sel, bukan yang hanya mengikuti selera kenikmatan lidah. Kita juga perlu memberi vibrasi kasih dengan berdoa sebelum dan sesudah makan, Suamiku.

Sang Suami: Informasi rasa manis dalam lidah sampai ke otak melalui barisan ribuan sel syaraf yang bersedia ber’estafet’ mengantarkan informasi. Sel-sel dalam tubuh memahami tugas sel-sel yang lain, saling membantu, bekerjasama dalam keseluruhan. Contoh sebuah ’Sangha’ yang baik

 

Sang Isteri: Suamiku, berarti sel kita selalu baru. Mengapa manusia ingin ’status quo’, mempertahankan kenyamanan, tidak mau lepas dari ’comfort zone’ padahal yang demikian tidak selaras dengan alam.

 

Sang Suami: Dalam satu tahun, hampir seluruh sel, sekitar 98 %  tubuh terbaharui. Jadi sampai dengan saat ini sudah berapa trilyun sel yang sudah lahir dan mati demi tubuhku?

 

Sang Isteri: Satu sel dari tubuhku merupakan suatu unit dari jaringan tubuh yang besar. Jangan-jangan, seorang manusia juga merupakan suatu unit dari jaringan bumi yang lebih besar. Seperti bumi dan planet lain yang merupakan unit dari jaringan matahari dan mataharipun jumlahnya ada milyaran berada dalam jutaan jaringan semacam Bhimasakti, the Milky Way? Seandainya saja kita tahu ’blueprint’ bagi kehidupan kita dan mind tidak melencengkan kita dari jalan kehidupan yang seharusnya kita tempuh. Kita yakin Guru memahami semuanya.

 

Sang Suami: Benar Isteriku, kecuali sel-sel kanker, mereka tidak selaras dengan tubuh, mereka merusak tubuh. Demikian pula manusia yang bertindak tidak selaras dengan alam, ibarat sel kanker. Demi kesehatan tubuh, disebut himsa-kekerasan, ataupun ahimsa-antikekerasan, sel kanker tetap perlu diangkat bagi kesehatan bersama. Para teroris dan manusia yang hidup merusak tatanan alam ibarat kanker dunia.

 

Sang Isteri: Terima kasih Suamiku, mari kita mendoakan Guru yang telah memberi penerangan dalam kehidupan kita.

 

 

http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

 

Januari 2009.

 

 

 

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone